Gondangdia or Juanda?: The best way to reach Gambir by foot

Sejak PT KAI menetapkan Stasiun Gambir tidak lagi menjadi tempat pemberhentian bagi KRL Commuter Jabodetabek, perkara untuk mengakses stasiun utama Jakarta tersebut menjadi PR tersendiri bagi para penumpang KRL. Sebelumnya, sistem interkoneksi antar moda transportasi sebenarnya sudah berjalan dengan cukup baik di sana. Penumpang KRL yang hendak bepergian ke luar kota tinggal naik KRL dan turun di Gambir untuk kemudian melanjutkan perjalanan dengan KA jarak jauh atau bus DAMRI menuju bandara Soetta. Praktis dan efisien. Namun semua itu buyar sejak tahun 2012 lalu dengan alasan menjaga sterilitas stasiun dan demi ketepatan waktu berkereta. Alasan klise yang mengorbankan penumpang tapi tidak pernah ditinjau ulang.

Praktis setelah Gambir menjadi verboden untuk disinggahi KRL, penumpang KRL yang ingin menuju Gambir harus turun di dua stasiun terdekat dari sana: Gondangdia di sisi selatan atau Juanda di sisi utara. Dari situ perjalanan bisa dilanjutkan dengan jalan kaki, ojek, bajaj, atau taksi jika mampu (naik haji kali’..). Untuk perjalanan dengan moda transportasi lain, rasanya Gondangdia unggul mutlak karena rute perjalanannya tidak harus memutar arah sehingga waktu perjalanan jauh lebih singkat (dengan mengasumsikan jalanan tidak macet). Tapi tidak demikian halnya jika memilih untuk jalan kaki. Kedua stasiun memiliki posisi yang cukup berimbang untuk dijadikan titik awal pemberangkatan. Kebetulan cheap bastard kayak saya ini selalu memilih jalan kaki yang gratisan untuk ke sana dan udah pernah menjajal kedua rute, sehingga bisa memberi perbandingan rute mana yang lebih baik diambil oleh sesama cheap bastard. Berikut perbandingannya:

(P.S.: Perbandingan ini sebenarnya bisa juga digunakan jika ingin menentukan rute jalan kaki terbaik dari stasiun KRL komuter terdekat untuk menuju Monas. Tapi mengingat pintu masuk Monas adalah di dekat  silang timur lautnya (sejajar dengan Jalan Medan Merdeka Utara), kali ini Juanda lah yang menang mutlak.)

(P.S. lagi: Kalo gak pengen dibilang merki-merki amat, dari Gondangdia juga bisa naik Kopaja P-20 sampe depan Stasiun Gambir kok.. :D Total kerugian cuma Rp 3000.)

Oke, lanjut!:

1. Jarak tempuh

Jarak yang harus ditempuh dengan berjalan kaki untuk menuju Stasiun Gambir baik dari Gondangdia maupun Juanda sebenarnya hampir sama. Sama-sama 1 km lebih dikit. Ini sudah memperhitungkan bahwa Gambir mempunyai dua pintu masuk utama, yaitu Pintu Masuk Utara dan Selatan. Begini kira-kira estimasi jarak yang harus ditempuh jika dilihat dari Google Maps.

Dari Stasiun Gondangdia: 1,199 km

ImageDari Stasiun Juanda: 1,113 km

ImagePerbedaannya emang tipis banget, tapi angka berbicara dengan objektif. Kedudukan sementara: Gondangdia 0:1 Juanda.

2. Kemudahan menyeberang jalan

Meskipun memiliki perbedaan tipis dalam jarak, kemudahan menyeberangi jalan raya juga bisa jadi penentu rute jalan kaki terbaik menuju Gambir. Karena apalah gunanya jarak yang lebih singkat kalo waktu tempuh justru tersita banyak untuk kegiatan seberang-menyeberang jalan. Kita mulai dengan Juanda.

Dulu dari Stasiun Juanda untuk menyeberangi jalan Ir. H. Juanda harus menyeberangi jembatan penyeberangan yang di bawahnya ada halte TJ. Tapi gebleknya, jembatan itu berakhir pas di median jalan! Jadi hanya nyeberangin jalan yang ke arah Pasar Baru aja, sedangkan untuk jalan yang menuju Harmoni pejalan kaki harus nyeberang (baca: mengemis belas kasihan dari pengguna kendaraan) kayak biasa – tanpa ada lampu merah khusus pejalan kaki. Untungnya, perencanaan kota yang kurang waras ini sekarang udah dibenerin dan jembatan penyeberangannya udah mentok sampe ujung jalan. Lepas dari jembatan masuk ke Jalan Veteran hingga berujung dekat Mabes TNI (?). Setelah dari situ, ada dua pilihan: mau lurus dulu sejajar sama rel kereta atau langsung nyeberang ke arah gerbang Monas. Persamaannya adalah keduanya harus tetap menyeberangi sepenggal jalan penghubung Medan Merdeka Timur dan Medan Merdeka Utara yang cukup lebar dan (yang paling ngeselin) dengan pengguna jalan yang semuanya berasa lagi main game Need For Speed. Gak ada yang mau melambatkan laju kendaraannya sedikit aja. Hal ini diperparah kondisi jalanannya yang berupa tikungan dan tentunya tanpa ada jembatan penyeberangan atau lampu merah. Selepas menyeberangi ini, baru tinggal jalan santai ke arah Gambir, tanpa ada acara nyeberang-nyeberang lagi.

Untuk Gondangdia, jalan gak begitu jauh dari stasiun udah langsung harus nyeberangin jalan. Meskipun dua arah tapi gak terlalu rame. Piece of cake ini sih. Terus jalan ke arah Jalan Kebon Sirih, belok kanan, dan nyeberang jalan lagi di lampu merah Tugu Tani. Adanya lampu merah sangat memudahkan untuk menyeberang jalan, meskipun terkadang memakan waktu cukup lama untuk menunggunya. Setelah itu tinggal menyusuri Jalan Ridwan Rais sampai tiba di pertigaan Medan Merdeka Selatan. Ini medan penyeberangan yang paling ngeselin dibandingin yang sebelumnya. Kendaraan yang hendak menuju arah Kedubes AS semuanya berlomba-lomba memacu kecepatan tinggi, padahal letaknya di tikungan. Ditambah gak ada lampu merah di situ jadi gak memberikan jeda waktu sekadar untuk nyeberang dengan tenang. Gak berapa jauh lepas dari sana juga harus nyeberang jalan lagi, tapi kali ini lebih enak karena ketahan lampu merah. Lalu nyeberang jalan lagi yang relatif lebih mudah karena volume kendaraan yang dari arah Medan Merdeka Selatan ke Medan Merdeka Timur gak terlalu banyak. Setelah itu tinggal ngesot nyampe deh ke Gambir.

Verdict: Rute Juanda cuma butuh dua kali nyeberang, rute Gondangdia butuh… lima. No contest. Kedudukan sementara: Gondangdia 0:2 Juanda.

3. Pemandangan

Kecuali anda berniat menemukan dompet orang yang gak sengaja tercecer di jalanan yang mengharuskan sepanjang jalan nunduk, rasanya gak mungkin jalan kaki tanpa melihat-lihat pemandangan sekitar. Rute Gondangdia memiliki beberapa objek yang menarik. Di awal rute ini bisa ngeliat MNC Tower dan sebuah tugu ikonik peninggalan Orde Lama yaitu Tugu Tani yang menggambarkan sosok seorang nelayan, sesuai dengan namanya.

Hehe, bercanda.. Tugu Tani itu adalah tugu yang menggambarkan sosok pemuda-pemudi yang mengucapkan selamat datang…

Selepas nyeberang jalan, di sebelah kanan anda, anda akan melihat sebuah halte legendaris yang konon sekarang menjadi tempat keramat. Halte Tugu Tani! *insert sound thunder_effect.mp3* Bagi para penyuka wisata bencana, inilah tempat dimana banyak orang kehilangan nyawa karena keteledoran Afriyani yang abis pulang dugem. Sempatkan sejenak untuk berdoa bagi ketenangan para korban. #serius

Bergeser dari halte, ada gedung Kementerian Perdagangan yang desainnya elegan nan futuristik. Tenang, anda tidak perlu punya skor TOEFL 600 hanya untuk memandangnya. Tak jauh dari situ, bisa ditemui Gedung PLN yang berdiri sejak zaman kolonial Hindia Belanda dan udah masuk dalam cagar budaya DKI Jakarta. Bergeser terus ke utara ada Kedubes Vatikan (gak keliatan juga sih ketutupan pager), gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan yang biasa aja (hehe.. chauvinis dikit) dan diakhiri dengan gedung Galeri Nasional Indonesia. Lumayan bukan?

Untuk rute Juanda, begitu berada di atas jembatan penyeberangan anda akan dapat melihat kubah Masjid Istiqlal dan menara Gereja Katedral. Dua objek tersebut bisa aja disinggahi dulu kalo lagi gak ngejar kereta. Lalu begitu masuk Jalan Veteran, deretan kios dan kedai di gedung berasitektur jaman kolonial bakal anda temui, termasuk yang paling terkenal: Kedai Es Krim Ragusa. Lepas dari Jalan Veteran dan nyeberang jalan Merdeka Utara, anda akan langsung berhadapan dengan pintu gerbang Monas. Monasnya sendiri keliatan sangat jelas dari sini. Sambil berjalan ke arah Gambir gak banyak gedung-gedung di seberang jalan yang enak diliat, kecuali Gereja Imannuel.

Dari segi pemandangan, rute Gondangdia unggul tipis. Kedudukan sementara: Gondangdia 1:2 Juanda.

4. Ketersediaan logistik

Stasiun Gondangdia dan Juanda sama-sama memiliki minimarket di lantai di bawahnya, jadi turun dari KRL bisa langsung mampir mengisi logistik. Tapi kalo mau makan berat, selepas Stasiun Gondangdia di gang menuju Jalan Kebon Sirih ada sentra makanan di sana. Semacam pujasera kaki lima lah, rame banget kalo pas jam makan siang di hari kerja. Hari libur pun masih ada beberapa warteg dan RM Padang yang buka karena menempati bangunan permanen di sana. Di deket Tugu Tani juga ada gerai KFC yang cukup besar, berdampingan dengan Sevel. Cuma harus nyeberang jalan kalo mau kesana. Begitu masuk Pintu Selatan Gambir juga akan dijumpai Sevel yang biasanya selalu menyediakan minuman dingin yang dinginnya beneran (bukan minuman adem kayak Ind*****t atau Alf****t.

Di rute Juanda sendiri, ketika memasuki Jalan Veteran ada beberapa kafe dan kedai yang menyediakan makanan dan minuman. Kedai es krim historis Ragusa juga bertempat di sini. Tapi saya gak rekomen sih, kasir dan pelayan di sini nyolot + bengisnya ngalahin cici-cici induk semang di Kungfu Hustle. Di Pintu Utara Gambir juga ada beberapa minimarket dan Gerai Dunkin Donuts. Tapi untuk menjangkau area yang dipenuhi pusat jajanan di dalam stasiun sebenarnya lebih dekat lewat Pintu Selatan.

Jadi, kedudukan sementara: Gondangdia 2:2 Juanda.

5. Keademan

Ketika berjalan kaki, temperatur udara dapat menjadi faktor determinan kenyamanan berjalan. Apalagi ini Jakarta, yang lapisan ozon di atmosfernya udah bolong. Di rute Gondangdia, pada awalnya akan terasa adem dan semilir karena berjalan dengan naungan jalur layang KA. Tapi begitu memasuki wilayah Tugu Tani dan seterusnya, siap-siap terpapar radiasi sinar ultra violet secara masif. Keberadaan pohon peneduh di pinggir jalan bia dihitung dengan jari di sini. Dan kegersangan itu masih berlanjut sampe memasuki area Stasiun Gambir.

Sebaliknya, dari Stasiun Juanda ke arah Gambir (terutama begitu memasuki Jalan Veteran) pohon-pohon rindang sepanjang pinggir jalan siap memberi keteduhan bagi para pejalan kaki. Begitu menyeberang ke area Monas pun sama. Untuk hal ini, Juanda kembali unggul atas Gondangdia.

We have a winner here. Gondangdia 2:3 Juanda.

Jadi kesimpulannya, jika kebetulan hendak ke Stasiun Gambir dengan menggunakan KRL disambung jalan kaki, turunlah di Stasiun Juanda. Dari segi jarak, kemudahan menyeberang jalan, dan keademan lebih unggul dari Stasiun Gondangdia yang ‘hanya’ menawarkan kemudahan mengisi logistik (baca: jajan) dan pemandangan. Demikian analisis perbandingan gak penting ini saya sampaikan, wabillahi taufik wal hidayah, wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

90 thoughts on “Gondangdia or Juanda?: The best way to reach Gambir by foot

  1. bermanfaat berkali kali nih inponya.
    ada perbandingannya.
    tak tambahi ya,mas.
    blum nyoba tapi,
    pas berhenti di gondangdia, malah berhenti lama ada 5 menit,
    pikiran kacau nih, liat orang orang pada turun situ banyak, jangan2 crash kereta lama nih,
    tp tetep turun di juanda, sayanya.

    alhamdulillah ndak ketinggal, dan tak tambahi lagi, saya beli bubur ayam makan ditempat,jalan kaki cepet, sampe cetak tiket di st gambir, waktunya 25 menit.

    mekaten.

  2. Terima kasih sarannya, sangat berfaedah 😂 kebetulan mau jalan ke monas. Tulisannya enak di baca dan diksinya bagus. Lanjutkeun!!

  3. Keren infonya, gan! Kalau saya biasa turun stasiun Juanda lanjut ojek online. Dari sisi jarak dan waktu tempuh lebih mudah dari stasiun Gondangdia sih sebenernya.

  4. ga nyangka ada yang analisa sedetail ini dan kebetulan kepikiran hal yang sama. Makasih banyak gan

  5. Tulisannya enak dibaca kocak, contentnya membantu sekali, ada “isi”-nya
    Ntappp hatur nuhun, thank you Mas

Leave a reply to wisnu Cancel reply